Opini Oleh : Budi Suprapto (ASN pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Timur)
PENCANANGAN Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) oleh Bank Indonesia pada 14 Agustus 2014 bertujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar, yang pada gilirannya akan dapat mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara lebih efektif dan efisien. Dengan berjalannya GNNT diharapkan mampu meminimalisasi kendala dalam pembayaran secara tunai, seperti uang tidak diterima karena lusuh/sobek/tidak layak edar dan meningkatkan efisiensi saat transaksi di mana masyarakat tidak perlu lagi membawa uang dalam jumlah besar sehingga dapat meningkatkan efektivitas transaksi yaitu menghindari adanya kesalahan hitung atau human error. Pada gilirannya GNNT akan dapat mewujudkan ekosistem cashless society.
Untuk mewujudkan ekosistem cashless society memiliki tantangan tersendiri. Pertama, sistem pembayaran nontunai bergantung pada infrastruktur dan teknologi. Kedua, untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan konsumen dalam menggunakan pembayaran nontunai, diperlukan jaminan perlindungan konsumen dari potensi pencurian data pribadi dan serangan siber dengan terus mengupdate security system yang ada. Ketiga, masih banyak masyarakat Indonesia yang masih memilih menggunakan uang tunai untuk pembayaran. Hal ini dilatarbelakangi kondisi sosial budaya di masyarakat yang sudah merasa nyaman menggunakan uang tunai untuk bertransaksi.
Dalam membangun cashless society ini diperlukan sinergi berbagai pihak, mulai dari pemerintah, penerbit Uang Elektronik dan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), merchant maupun UMKM yang menggunakan pembayaran nontunai, hingga dukungan dari masyarakat pengguna/konsumen. Dari sisi pemerintah dukungan yang nyata adalah dengan membuat program maupun peraturan yang mengarah pada penggunaan transaksi secara elektronik atau nontunai.
Seiring dengan reformasi birokrasi, Kementerian Keuangan RI melakukan terobosan dengan melakukan modernisasi dalam pengelolaan Kas Negara. Transaksi pemerintah diarahkan untuk cashless payment, selain itu juga dijalankan untuk mengubah pola konvensional menjadi digital. Sebelum tahun 2019 praktek pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah dalam hal ini Satuan Kerja Kementerian/Lembaga (Satker K/L) masih mengelola uang persediaan secara tunai dengan jumlah nominal tertentu. Berdasarkan data diketahui bahwa Belanja Pemerintah pada tahun 2021 sebesar Rp529 Triliun. Sebanyak Rp 152 Triliun atau 28,7% dibelanjakan menggunakan uang persediaan. Dari data tersebut kita dapat mengetahui bahwa masih besarnya penggunaan uang tunai dalam belanja pemerintah.
Dalam manajemen pengelolaan kas pemerintah, risiko penggunaan uang persediaan secara tunai salah satunya adalah sulit untuk memonitor jumlah uang/dana yang tersedia atau dana yang terpakai/yang telah dibelanjakan secara real time, sehingga membutuhkan waktu lama dalam penyusunan laporan keuangan. Tahun 2018 menjadi momentum penting dimana penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dalam pengelolan uang persediaan diterapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah.
Pada bulan November 2019 seiring dengan pengimplementasian KKP dan Virtual Account, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan RI c.q. Ditjen Perbendaharaan, mengembangkan konsep terkait perluasan pembayaran secara non tunai pada sistem pembayaran pemerintah yang mampu mengintegerasikan proses pengadaan, pembayaran, perhitungan pajak atas transaksi, serta pelaporan secara digital yang melibatkan Pemerintah, perbankan, dan penyedia barang/vendor dengan memanfaatkan platform digital. Konsep tersebut terealisasi dengan lahirnya platform/aplikasi Digipay (Digital Payment) yang merupakan hasil kolaborasi dan sinergi dengan Himpunan Bank Negara (Bank Mandiri, BRI, dan BNI). Aplikasi Digipay sendiri adalah aplikasi pengelolaan kas negara yang mengintegrasikan pembelian barang/jasa pemerintah yang dibiayai Uang Persediaan sampai dengan Rp 200 juta.
Implementasi aplikasi Digipay terus berkembang dari awal pengimplementasiannya di tahun 2019. Pada mulanya yang hanya tergabung 10 satker dan 13 vendor, dengan jumlah 165 transaksi senilai Rp 250 juta, maka sampai dengan 1 September 2022, telah bergabung 7.674 satker dari 81 Kementerian/Lembaga, 3.544 vendor, 21.538 transaksi senilai Rp41,64 miliar. Untuk Provinsi Kalimantan Timur sendiri, sampai dengan 1 September 2022 sudah terdaftar 95 Satker atau sekitar 23,81% dari jumlah satker keseluruhan (399 satker) dan 35 vendor. Sedangkan untuk jumlah transaksi, telah terdapat 390 transaksi dengan volume transaksi senilai Rp 1,05 miliar.
Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pertumbuhan penggunaan aplikasi Digipay sangat signifikan. Seluruh parameter (satker, vendor, jumlah dan nominal transaksi) menunjukkan pertumbuhan pesat dari tahun 2019-2022. Hal ini tidak terlepas dari keunggulan Digipay yakni Satker K/L dapat melakukan pemesanan pembelian barang, negosiasi, pengiriman barang, perhitungan pajaknya, pembayaran transaksi dan pajaknya hingga pelaporan manajerial secara digital.
Keunggulan lainnya adalah pembayaran dilakukan secara cashless dengan menkanisme overbooking/pemindahbukuan dari rekening secara elektronik menggunakan kartu debit Cash Management System (CMS) atau pendebetan KKP ke rekening penyedia barang/jasa (vendor). Tidak seperti berbelanja barang operasional di marketplace pada umumnya, pada Digipay pembayaran barang dilakukan setelah barang diterima, sehingga satker terhindar dari barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Selain merupakan modernisasi pengelolaan Kas Negara melalui pemanfaatan digital payment, penggunaan aplikasi Digipay juga memberi dampak atau manfaat lain diantaranya adalah peningkatan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas, meminimalisasi moral hazard, dan peningkatan sinergi dan kolaborasi sektor publik dan privat. Namun dampak yang lebih penting adalah perubahan mindset konvensional menjadi digital baik dipihak Satker K/L maupun vendor.
Dengan keberhasilan implementasi aplikasi Digipay dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, membuktikan bahwa aplikasi Digipay mampu menjadi daya tarik baik bagi satker K/L maupun vendor untuk melakukan transaksi secara online. Ditambah lagi adanya wacana mengalihkan proses pengadaan yang manual/konvensional menjadi pengadaan secara elektronik paling lambat tahun 2023 (Inpres No.2/2022), sehingga mau tidak mau kedepannya seluruh instansi pemerintah dalam proses pengadaan barangnya harus dilakukan secara elektronik dengan pembayaran secara cashless. Dengan demikian semakin banyak pihak yang menggunakan aplikasi Digipay diharapkan dapat mampu membangun cashless sociaety secara masif. (*)
Disclaimer: Tulisan merupakan opini pribadi dan tidak mewakili pandangan organisasi DJPb maupun Kanwil DJPb Provinsi Kalimantan Timur