Halokaltim.com – Provinsi Kalimantan Timur dikenal sebagai daerah yang kaya. Ini lantaran Benua Etam, sebutan lain Kaltim, merupakan daerah penghasil sumberdaya alam yang bernilai tinggi. Salah satunya batu bara.
Sayangnya, pengelolaan emas hitam ini kurang memperhatikan keberlangsungan lingkungan hidup. Sehingga banyak terjadi kerusakan lingkungan yang mengakibatkan bencana alam. Nah, salah satu bencana yang paling sering diderita masyarakat adalah permasalahan banjir.
Pengaturan terhadap keberlangsungan penambangan batu bara ini sudah ada. Yakni Undang-Undang Minerba. Namun sayangnya, kewenangan terhadap urusan keruk mengeruk emas hitam ini diambil alih oleh pemerintah pusat. Sehingga pemerintah daerah tidak lagi berwenang mengurusi pengawasan dan penindakan terhadap permasalahan yang terjadi dalam bisnis batu bara di daerah. Pemerintah daerah seolah kehilangan taji. Namun, kabar segar datang dari aktivis lingkungan yang mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.
Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Masykur Sarmian berharap kewenangan tersebut dikembalikan lagi ke pemerintah daerah. Supaya daerah tak hanya dibebani permasalahan tapi tak punya kewenangan mengeksekusi masalah.
“Memang UU Minerba harus dievaluasi,” sebutnya.
Masykur menegaskan, jangan daerah disalahkan tak bisa menangani langsung permasalahan sedangkan kewenangan daerah memang sudah tumpul.
“Kasihan kita di daerah ini. Mestinya sesuai otonomi daerah sehingga pemerintah daerah punya kewenangan lagi,” urainya.
Diketahui, beberapa waktu lalu terjadi banjir yang cukup hebat di daerah Berau dan Kutai Timur. Banjir ini dinilai termasuk paling dalam sejak beberapa puluh tahun terakhir yang terjadi di sana.
Masykur mengakui, salah satu penyebab utama banjir yang melanda dua kabupaten itu adalah kerusakan lingkungan akibat pertambangan batu bara yang tidak memperhatikan aspek keamanan lingkungan hidup di Kaltim.
“Penyebab banjir ini lantaran dampak negatif dari industri ekstraktif pertambangan,” ujarnya.
Kenyataannya, jika kewenangan itu dikembalikan ke daerah, maka penyelesaian masalah akan lebih mudah.
“Sekarang ini warga Kaltim hanya bisa jadi penonton atas permasalahan ini,” paparnya. (adv)
Penulis :Hadid