Halokaltim.com – Konflik pertanahan merupakan salah satu kasus yang paling sering ditemui di kalangan masyarakat. Mulai dari sengketa warisan tanah, sertifikat ganda, pembebasan lahan yang tidak adil, maupun penyerobotan lahan.
Dari pengalaman berbagai daerah, kasus agraria seperti ini selalu mengundang emosi dari para pihak yang bersengketa. Ada pula yang diselesaikan secara damai, dan banyak pula yang diselesaikan di jalur hukum di pengadilan negeri setempat.
Di Kaltim, kasus seperti ini sering ditemui. Contoh terdekatnya adalah kasus penyerobotan lahan oleh perusahaan tertentu. Anggota Komisi I DPRD Kaltim Agiel Suwarno mengatakan, Komisi II terbilang sering menangani permasalahan lahan kelompok tani yang diduga diserobot oleh perusahaan setempat. Yakni, perusahaan penambangan batu bara yang mengeksplorasi lahan bersebelahan dengan sawah petani. Sehingga konflik lahan terjadi.
“Ini sangat rentan. Perusahaan berdalih punya izin. Sedangkan kelompok tani hanya mengantongi rekomendasi dari pemerintah desa atau pemerintah kecamatan,” ucapnya.
Kenyataannya, saat ini di pedesaan biasanya lahan hanya dibatasi patok. Ini yang menjadi potensi konflik pertanahan. Tentu lebih aman ketika legalitas lahan ini berupa PPAT di kecamatan atau lebih kuat lagi jika memiliki sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Untuk menuntaskan masalah tersebut, Agiel menegaskan, pemerintah harus membuat aturan hukum yang tegas melindungi kepentingan masyarakat kecil. Kemudian, pemerintah daerah mendorong petani mengurus legalitas lahan ke BPN.
“Saya harap pemerintah daerah merespons hal ini dan segera membuat regulasi yang akan diterapkan untuk seluruh kabupaten/kota di Kaltim,” paparnya. (adv)
Penulis : Hadid