Halokaltim.com – Anggota DPRD Kaltim Agiel Suwarno melakukan sosialisasi peraturan daerah (perda) di Jalan Pinang Dalam, Kecamatan Sangatta Utara, Minggu (28/03). Perda yang disosialisasikan ini diharap mampu menjawab persoalan keterbatasan masyarakat menengah ke bawah dalam memeroleh bantuan hukum.
“Sebagaimana diamanahkan dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” ucap Agiel saat menyampaikan sosialisasi perda (sosper) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum, di Jalan Pinang Dalam, Minggu.
Dia menyatakan, perda tersebut menegaskan bahwa negara wajib hadir untuk memenuhi pemberian bantuan hukum bagi setiap orang yang tidak mampu, terutama yang tersangkut masalah hukum. Pasalnya, tidak semua masyarakat yang tersangkut masalah hukum mampu secara pengetahuan hukum dan mampu secara finansial untuk membayar pengacara.
Menurut Agiel, setelah ditetapkannya Perda Kaltim Nomor 5 Tahun 2019 tentang Bantuan Hukum yang terdiri dari 11 bab dengan 35 pasal, maka ke depannya setiap penduduk Kaltim yang kategori miskin atau tidak mampu yang sedang memerlukan bantuan hukum bisa mengajukan bantuan hukum ke Pemerintah yang sudah bekerjasama dengan lembaga bantuan hukum (LBH) yang berdomisili di Kaltim yang sudah terdaftar dan terakreditasi pada Kemenkumham RI. Serta alokasi anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Adapun jenis perkaranya batuan hukum yakni kasus pidana, kasus perdata, dan kasus tata usaha negara. Penerima batuan adalah orang atau kelompok orang miskin,” terang legislator PDI Perjuangan itu.
Selain itu, lanjutnya, adapun tata cara pengajuan permohonan bantuan hukum yakni harus mengajukan permohonan bantuan hukum secara tertulis atau lisan kepada pemberi bantuan hukum.
“Untuk penerima bantuan hukum, berhak mendapatkan bantuan hukum hingga selesai atau perkara hukumnya telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Lebih lanjut, bahkan dalam perda nomor 5 itu, juga mengatur terkait ketentuan pidana bagi pemberi bantuan hukum yang terbukti menerima atau meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum atau pihak lain yang terkait dengan perkara.
“Maka akan dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta,” paparnya. (adv)
Editor : Raymond Chouda