Halokaltim.com – Setelah melakukan pembacaan sidang putusan perkara Pilkada Kutai Timur pertama, Pengadilan Negeri (PN) Sangatta melanjutkan pembacaan sidang kedua tentang putusan terhadap dua terdakwa Pilkada Kutim, Rabu (20/1/21) sekira pukul 17.00 Wita.
Sidang putusan terhadap dua terdakwa di Pilkada Kutim 2020 ini, yakni Usman alias Bara (49) dan Firdaus Adam Maulana Rahman alias Daus (26). Mereka melakukan kerja sama untuk mencoblos dua kali di TPS wilayah Sangatta Utara, Kutim.
Sidang putusan kali ini dipimpin oleh Hakim Ketua Yulanto Prafifto Utomo, didampingi dua Hakim Anggota, di Ruang Candra, PN Sangatta, Komplek Bukit Pelangi Sangatta.
Setelah sidang putusan dibacakan, pihak terdakwa yang menghadiri melalui aplikasi zoom meeting dari rumah tahanan Polres Kutim menyatakan menerima dan menyetujui hasil putusan. Begitu juga dengan Kuasa Hukum Abdul Karim.
Humas PN Sangatta Andreas Pungky Maradona menjelaskan, putusan sidang terkait perkara Pilkada Kutim 2020 tersebut sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Bahwa, dua terdakwa memang benar dan telah mengakui perbuatannya melakukan pelanggaran pidana dalam proses Pilkada Kutim 2020. Begitu juga dengan sidang putusan pertama, tujuh terdakwa telah menerima dan dinyatakan inkracht.
“Jadi mereka ini menggunakan surat suara milik warga Kutim bernama Safruddin yang sedang berada di Sulawesi pada hari H Pilkada (9 Desember 2020). Surat suara itu diberi kepada Usman, lalu diberi kepada Firdaus untuk supaya mencoblos dua kali,” terang Pungky.
Kemudian, lanjutnya, Firdaus diketahui masih dalam kondisi jari ada bekas tinta mencoblos, sehingga ketahuan di TPS Gang Masjid, Desa Sangatta Utara. Dia dijanjikan uang Rp 75 ribu oleh Usman.
“Maka dengan ini Jaksa Penuntut Umum menuntut kedua terdakwa kurungan penjara 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 24 juta, yang apabila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.”
Berita terkait : BREAKING NEWS PN Sangatta Bacakan Putusan Sidang Perkara Pilkada Kutim
“Lalu tuntutan itu diputus oleh Majelis Hakim dikurangi menjadi 2 tahun dan denda Rp 24 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan. Itu karena mereka mengakui perbuatannya dan belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya,” papar Pungky kepada awak media. (*)
Penulis : Raymond Chouda