Ini Hasil Unjuk Rasa Buruh-Mahasiswa yang Tidak Satu Rasa dengan DPRD Kutim

Halokaltim.com – Para demonstran Aliansi Kutim Bergerak tidak henti-hentinya menyuarakan aspirasi, menolak Undang-Undang Cipta Kerja demi masa depan negeri. Puluhan wakil rakyat menyambut dengan membuka diri, meski jarak dibatasi pagar kawat berduri.

Curah hujan deras sudah perlahan berhenti ketika gabungan mahasiswa yang mengatasnamakan rakyat kembali meneriakkan orasi di depan gedung Sekretariat DPRD Kutai Timur (Kutim), Kamis (15/10/20) sekira pukul 14.00 Wita.

Mahasiswa kali ini menggandeng sejumlah buruh dari beberapa serikat pekerja. Mereka berjanji, unjuk rasa tidak akan menyebabkan kerusakan pada aset negara.

Pagar kawat berduri menjadi sekuat pembatas 38 anggota DPRD Kutim saat awal mula menyambut kedatangan penunjuk rasa, Kamis (15/10/20).

Sementara itu, di dalam gedung DPRD Kutim, sejumlah perwakilan serikat buruh dan beberapa mahasiswa telah dipersilahkan masuk untuk menyampaikan aspirasi di Ruang Hearing DPRD, pukul 13.20 Wita. Agenda dengar pendapat yang dipimpin Wakil Ketua I DPRD Asti Mazar didampingi Wakil Ketua II Arfan, berlangsung cukup sengit dan alot.P

Para mahasiswa yang menyodorkan surat tuntutan, berisi :

  1. Mendesak Lembaga eksekutif/pemerintah serta legislatif/DPRD Kabupaten Kutai Timur untuk bersama-sama menolak pengesahan dan pemberlakuan UU Cipta Kerja;
  2. Penyampaian penolakan tersebut dilakukan melalui konferensi pers secara terbuka dan virtual;
  3. Meminta Presiden Republik Indonesia Joko Widodo segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja.

Dalam hearing, Wakil Ketua II DPRD Kutim Arfan menyatakan, dirinya telah menandatangani surat yang menyatakan penolakan terhadap UU Ciptaker pada unjuk rasa sebelumnya. Tapi, dirinya memandang ada juga pengaturan yang baik dalam UU Ciptaker tersebut.

“Dua kali kemarin kami sudah kirim, ada bukti kirimnya, lewat Pos, dan itu diterima, tapi tidak didengarkan itu. Kalau kami di sini tidak dipercaya, kami akan berangkatkan beberapa teman dengan perwakilan mahasiswa, tadi sudah dibilang pakai uang rakyat, pakai uang pribadi saya boleh,” tegas Arfan saat memberi pernyataan di depan massa aksi di Ruang Hearing.

Penyampaian aspirasi para pengunjuk rasa Aliansi Kutim Bergerak yang menolak UU Ciptaker difasilitasi di Ruang Hearing DPRD Kutim.

Adapun mahasiswa dan buruh, dalam hearing menyatakan kecewa atas ketidakhadiran Pjs Bupati Kutim Muhammad Jauhar Effendi dalam unjuk rasa tersebut. Aliansi Kutim Bersatu mempertanyakan sikap pemerintah terhadap rakyatnya mengenai kebijakan yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

Namun, pada akhirnya penyampaian aspirasi tidak menemui hasil. Sebab, para anggota DPRD Kutim tidak bisa memenuhi keinginan Aliansi Kutim Bergerak untuk ikut menyatakan penolakan terhadap UU Ciptaker, mengingat wakil rakyat yang bernaung di bawah partai politik tidak memiliki kuasa untuk menentang kebijakan parpol yang telah ikut mengesahkan UU Ciptaker di DPR RI pada 5 Oktober 2020.

“Satu jam lebih berlalu, diskusi tidak membuahkan hasil seperti yang diinginkan, yakni DPRD Kutai Timur secara kelembagaan tanda tangan dan menyampaikan surat pencabutan UU Cipta Kerja ke Presiden Republik Indonesia dan memberikan pernyataan terbuka untuk menolak pemberlakuan Omnibus Law,” ucap Korlap Aliansi Kutim Bergerak, Irwan Abbas dalam keterangan tertulis di fanpage Aliansi Kutim Bergerak, usai unjuk rasa.

“Pada akhirnya DPRD Kutai Timur bukanlah perwakilan rakyat dalam hal ini. Dan sekali lagi, Aliansi Kutim Bergerak tidak berafiliasi dengan partai politik manapun,” tegas Irwan Abbas.

Wakil Ketua I DPRD Kutim Asti Mazar menyatakan, hasilnya DPRD belum bisa menandatangani, karena dirinya maupun Arfan sebagai unsur pimpinan tidak bisa mengambil keputusan atas nama pribadi. Sebab, pernyataan sikap yang diminta oleh mahasiswa dan buruh adalah atas nama DPRD.

“Karena ini sifatnya kolektif kolegial, kami harus rembukkan dulu bersama, makanya tidak mungkin kami tanda tangan langsung surat itu. Mereka meminta DPRD Kutim harus menolak UU Cipta Kerja, tapi kami saja belum pernah melihat langsung draft (UU Cipta Kerja)-nya, bagaimana kami mau menyatakan sikap,” terang Asti.

Asti mengaku, meski secara pribadi dirinya merasa ikut terdampak oleh disahkannya UU Cipta Kerja lantaran memiliki saudara buruh yang juga mempertanyakan UU tersebut, namun secara kelembagaan di DPRD, dirinya tidak bisa menyatakan sikap secara pribadi.

“Jadi kami tidak bisa tanda tangan itu, dan tidak bisa mengatasnamakan lembaga DPRD untuk memberi sikap menolak,” tegas perempuan yang juga Bendahara DPD II Golkar Kutim itu.

Kapolres Kutim AKBP Indras Budi Purnomo mengatakan, aksi unjuk rasa mahasiswa dan buruh berlangsung aman dengan kekuatan 350 personel Polres Kutim, Kodim 0909 Sangatta dan Lanal Sangatta, serta Satpol PP Kutim.

“Kami sudah fasilitasi perwakilan buruh dan mahasiswa melalui hearing di DPRD, dan akhirnya massa membubarkan diri sendiri setelahnya,” ucap Indras. (mon)