Halokaltim.com – Kamis (8/10/20) malam menjadi suatu momen yang mencederai kebebasan pers di Samarinda. Aksi unjuk rasa penolakan omnibus law mahasiswa sempat diwarnai tindakan represif anggota kepolisian terhadap lima wartawan.
Hal itu terjadi ketika para pewarta meliput aksi solidaritas 15 demonstran yang ditahan di Mapolresta Samarinda. Saat melakukan peliputan, para wartawan memberi kesaksian, bahwa anggota kepolisian mencoba mencegah wartawan melakukan peliputan dengan upaya berupa menjambak, menginjak kaki, hingga mengintimidasi.
Kelima wartawan yang menjadi korban tindakan represif atau penindasan adalah Yuda Almerio (IDN Times), Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim), Titiantoro Mangir (Disway Nomor Satu Kaltim), Apriskian Ompu Sunggu (Kalimantan TV), dan Samuel Gading (Lensa Borneo).
Semula, Samuel dan Yuda bertolak ke Mapolresta Samarinda pada Kamis malam, pukul 22.00 Wita, dengan maksud meliput 15 demonstran yang diamankan di mapolresta. Setelah selesai meliput, Yuda dan Samuel pun keluar dari halaman mapolresta menuju Jalan Slamet Riyadi. Tiba-tiba saja terdengar teriakan seorang perempuan. Yang ternyata berasal dari rombongan LBH Samarinda dan mahasiswa. Kelompok ini awalnya berniat mendampingi para demonstran yang ditahan. Namun niatan itu dihentikan aparat.
Para petugas meminta kelompok tersebut pulang setelah menggelar aksi damai penyalaan lilin di trotoar depan Mapolresta Samarinda. Permintaan itu pun menuai keributan. Hingga terjadi aksi saling dorong. Meibatkan LBH Samarinda serta mahasiswa dengan petugas.
“Sebagai wartawan kami ingin mengabadikan kejadian tersebut dengan merekamnya langsung,” sebut Samuel.
Dari depan mapolresta, keributan bergeser hingga parkiran salah salah satu bank sekitar. Para pewarta masih mengikuti menjalankan kerja-kerja jurnalistik. Namun di tengah peliputan, tiba-tiba saja rambut Samuel dijambak seorang oknum diduga aparat berpakaian sipil. Lantas mempertanyakan asal serta tujuannya merekam.
“Saya jawab kalau saya wartawan lalu menunjukkan identitas pers,” ucap Samuel.
Setelahnya oknum diduga polisi tersebut pergi meninggalkan Samuel. Lalu menuju kerumunan keributan. Namun tindakan intimidasi tak sampai di situ. Korban berikutnya adalah Mangir. Kakinya sampai diinjak oleh seorang diduga petugas. Samuel yang melihat berusaha melerai dan menjelaskan jika Mangir juga sesama pewarta. Namun reaksi yang didapat justru tak disangka-sangka.
“Memangnya kenapa kalau kamu wartawan,” kata Samuel menirukan pernyataan oknum tersebut.
Yuda dan Riski yang melihat kemudian mencoba menengahi. Namun oknum diduga petugas tersebut tetap bersikeras. Lantas meminta para pewarta berhenti merekam. Kelima reporter ini selanjutnya diminta menghadap salah satu petugas yang mengaku seorang kepala unit salah satu divisi di Polresta Samarinda. Sebelumnya, kelima pewarta tersebut juga ditunjuk-tunjuk dadanya dengan nada ancaman.
“Kalau beritakan yang benar. Jangan yang jelek-jelek,” sebut oknum diduga petugas tersebut.
Kapolresta Angkat Bicara
Dikonfirmasi terpisah, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arief Budiman menuturkan bahwa pihaknya tak ada niatan menjambak apalagi menginjak pewarta yang saat itu bertugas.
“Saya juga akan mencari tahu siapa anggota itu. Mungkin disangkanya rekan-rekan dari wartawan ini salah satu dari biang yang membuat keributan itu,” tuturnya.
Kombes Pol Arief pun meminta maaf apabila ketika itu anggotanya bersikap di luar garis batas polisi ataupun kemanusiaan. Perwira melati tiga ini juga berharap hubungan antara insan pers dengan kepolisian tak renggang.
“Bila terbukti (melakukan tindakan represif) kami tindak,” pungkasnya.
“Terlepas itu kami sebagai manusia biasa, tentunya meminta maaf apabila ada tindakan kami yang di luar kemanusiaaan ataupun di luar garis tugas pokok kami. Saya yakin teman-teman dari kepolisian, pasti tidak ada yang mempunyai maksud untuk melukai rekan-rekan wartawan. Jangan sampai akibat kejadian seperti ini hubungan antara insan pers dengan kepolisian menjadi renggang. Jika terbukti, kami tindak secara tindakan disiplin,” tegasnya. (mon)