Halokaltim.com – Para pedagang pasar Ramadan di Sangatta, Kutai Timur (Kutim), Kaltim, yang dilarang pemerintah untuk melapak secara langsung dan massal, hingga kini masih tetap berjualan. Mereka punya alasan sehingga nekat berdagang takjil meskipun ada wabah covid-19.
Sebagaimana diketahui, Pemkab Kutim telah menyepakati aturan agar para pedagang pasar Ramadan tidak berjualan secara langsung selama ada wabah covid-19. Sebagai gantinya, pedagang diminta menggunakan jasa kurir untuk antar-jemput pesanan makanan takjil. Pemkab Kutim bahkan menyediakan aplikasi bernama ‘Myaspal’ garapan lokal, diharap mampu memperantarai pedagang dengan pembeli tanpa harus bertatap muka langsung.
Jurnalis halokaltim.com melakukan pemantauan di beberapa tempat kawasan Kecamatan Sangatta Utara, Senin (27/4/20) sore. Pedagang takjil masih ramai menggelar pasar Ramadan, beberapa di antaranya di Jl Yos Sudarso II dan III, Jl Jenderal Sudirman, Jl Dayung, hingga Jl Munthe. Masyarakat pun masih ramai mengunjungi.
Amitohari, salah satu pedagang takjil di Jl Munthe mengatakan, dirinya terpaksa menerjang wabah corona lantaran tak ada lagi pilihan lain untuk mendapatkan rezeki. Meski sebenarnya tahu bahwa covid-19 sedang mewabah, namun dirinya bersama sang istri telah melengkapi diri dengan masker di wajah, disertai niat untuk menghidupi keluarga.
“Saya tak tahu mau makan apa kalau tak jualan,” ucap lelaki itu tanpa ragu saat ditanyai jurnalis halokaltim.com, di sela-sela kegiatannya berjualan takjil yang tampak lezat dengan harga yang terjangkau.
Mengenai jasa kurir, Amitohari mengaku kurang efektif. Sebab jasa kurir yang digunakan tidak cepat.
“Sudah pernah saya pakai jasa kurir untuk jual makanan. Tapi kurang efektif, karena terlalu lama itu malah banyak makan waktu di jalan. Makanya lebih bagus jualan langsung saja di tempat biasa,” ucap dia.
Di tempat yang tak jauh dari sana, ada 3 orang pedagang perempuan menjajakan beragam takjil yang lezat. Sajian makanan ringan tradisional yang dihamparkan di atas meja, berhasil membuat banyak pembeli datang silih berganti. Mereka adalah Mama Isna, Mama Putra, dan Bu Amat.
Mama Isna mengaku, dirinya terpaksa berjualan di pasar Ramadan karena harus menghidupi 5 orang anak yang kebanyakan sudah beranjak tumbuh besar.
“Saya kalau tidak jualan, anak-anak mau makan apa? Belum lagi saya punya orang tua yang juga harus dirawat. Saya juga tidak punya HP yang canggih (smartphone) untuk menggunakan jasa kurir. Jadi, ya jualan di sini saja,” ungkap perempuan itu berterus terang.
Sementara Mama Putra mengaku, dirinya menanggung beban 4 orang anak, ditambah ibunya yang sudah berumur 80 tahun.
“Bahkan orang tua kami tidak dapat bagian bantuan sembako pemerintah. Bagaimana saya tidak turun jualan,” ujar perempuan itu.
Sementara Bu Amat yang duduk di ujung, mengaminkan setiap ucapan dari kedua temannya.
“Kalau saya menanggung 3 orang anak,” ucap Bu Amat.
Diketahui, pada hari kedua Ramadan, tampak sejumlah anggota TNI dan Polri sudah beraksi turun ke lapangan menyikapi ramainya pedagang takjil yang masih berjualan di tepi jalan raya. Mereka tampak memberikan imbauan kepada pedagang dan masyarakat agar tetap mematuhi aturan pemerintah dalam protokol kesehatan. (adv/ash)